Skip to main content

+ Tukang Ojek & Helm +

Bagiku, kriteria tukang ojek idaman itu hanya tiga, menyetirnya tidak ugal-ugalan, tidak banyak cakap, dan yang terakhir tidak bau badan. Tidak perlu wangi semerbak, hanya saja, jangan sampai bau tidak sedap.

Hari itu nampaknya Tuhan berkata lain. Aku dipertemukan dengan tukang ojek yang memenuhi tiga kriteria yang merupakan kebalikan dari tiga kriteria tersebut.

Di mulai  dengan telepi berkali-kali menanyakan lokasi penjemputan. Astaga, si abang kan bisa mengikuti lokasi yang sudah aku beri tahu melalui aplikasinya. Hingga beberapa miscall, si abang ingin memberi tahu kalau dia sudah sampai mungkin. Oke. Aku telepon dia balik untuk bilang kalau aku sudah siap dijemput.

Kedua, sebelum naik motor, dia memaksaku untuk menggunakan sarung kepala sebelum aku memakai helmnya. ‘Maaf, Mbak. Helmnya basah karena kehujanan.’ ujarnya sambil nyengir lebar, tidak ada wajah menyesal.

Ketika aku cek, ternyata benar helmnya basah sekali. Bagaimana ini. Aku tidak mungkin tidak pakai helm karena jalanan yang kulewati adalah jalanan protokol. Hatiku berkecamuk, antara mau membatalkan si abang ojek ini, atau tetap naik. Sial, waktu yang terbatas membuatku tidak memiliki pilihan lain. Jakarta, hari Jumat malam sehabis hujan, terbayang macetnya seperti apa. Tidak ada waktu untuk membatalkan si abang ini kemudian memesan ojek online lain. Selain itu, mana tega jika sudah sudah bertatapan muka begini, dia sudah siap mengangkutku.

Aku diburu waktu, janji bertemu kawanku tinggal 10 menit lagi.

Sia-sia sudah aku menghabiskan waktu cukup lama untuk blow dan membuat rambutku bergaya wavy. Brengsek.

Penutup kepala yang disodorkan pun aku terima dan aku lapis dua. Aku yakinkan diriku aku akan sanggup bertahan. Toh jaraknya tidak terlalu jauh, tidak sampai 10 menit.

Ketiga, aroma si abang ojek ini juga kurang enak. Menyengat. Yang ini, mungkin karena hujan dan polusi, aku tidak mau banyak komentar. Aku menutup hidung tersiksa. Perjalanan ini cukup membuatku gelisah.

Pertama kalinya aku ingin menangis di atas ojek. Sepanjang jalan aku menutup hidup dan juga aku tidak sanggup membayangkan hasil kelembaban helm basah ini di rambutku. Kalian yang wanita pasti mengerti.

Lambat laun rasa frustasi ingin menangis tercampur dengan rasa kesal. Dengan ke sok tahuan si abang ini, yang terdengar memahami tujuan, namun selalu nyaris berbelok ke arah yang salah. Astaga, aku banyak mengelus dada. 

Gaya menyelap-nyelip di padatnya jalanan, bikin jantungku berkali-kali nyaris copot. Tidak terhitung kalimat ‘Hati-hati dong, Bang.’ kuucapkan.

Aku pun jadi berpikir, aku harus mengeluarkan unek-unekku ini. Abang ojek ini harus lebih baik ke depannya. Aku akan memberi kritik yang membangun, yang mungkin saja berguna untuk pelanggan-pelanggannya yang lain. 

Aku sudah menyiapkan kata-katanya, aku akan katakan ketika aku turun nanti. Tapi, di sisi lain kasihan juga sih, toh aku naik ojek online ini diskon 50%. Kok aku banyak mau dan manja.

Aku jadi perang batin. Serius, aku tidak semanja ini biasanya. Helm basah adalah sesuatu yang sungguh keterlaluan. Kan si abang bisa saja membawa kantong plastik atau menyimpan helmnya di dalam jok motor.

Untuk profesi tukang ojek, helm untuk pelanggan kan ibarat harga mati, bagian dari servisnya. Iya kan?

Jadi begini, karena aku menggunakan saldo-ku di aplikasi ojek online tersebut. Dengan diskon yang aku dapatkan aku hanya membayar 5.000 rupiah. Di luar ketidak nyamanan yang aku dapatkan aku tidak tega apabila tidak member tip tambahan, namun aku juga tidak berniat memberinya rate bintang 5, dimana untuk bisa member tip tambahan menggunakan saldoku di aplikasi tersebut aku harus memberinya bintang 5. Serius, dengan helm basah ini, bintang 3 pun sudah terlalu bagus.

Sampai di tujuan. Aku putuskan untuk memberi tambahan tip secara tunai, serta tambahan bonus unek-unekku. 

Aku berpesan lain kali helm ojek untuk pelanggannya harus di jaga kebersihannya dan tidak boleh basah dan itu wajib. Jangan sampai ada pelanggan lain yang dibuat kesal akibat rambut hasil blow jadi lembab dan berbau kurang enak.

Dasar si abang. Hanya fokus terima kasih pada tip yang kuberikan dan minta maaf sekedarnya.

Pertama kali yang aku lakukan ketika sampai di mall tersebut ialah berlari ke toko toiletries terdekat. Membeli semprotan pewangi rambut, lumayan menolong. Untungnya ini bukan jadwalku bertemu lelakiku, bisa pusing pasti dia mencium aroma rambutku saat momen usel-usel rambut.



Ketika aku akhirnya bertemu kawanku itu dan bercerita kisah ini dengan penuh emosi, dia hanya tertawa tak berempati. Dasar.

Comments

Popular posts from this blog

+ Dua Sisi Gemini +

Aku bukan ahli dalam perzodiakan. Hanya suka iseng-iseng bertanya apa bintangmu pada kawanku ataupun lelakiku. Beberapa diantaranya memiliki bintang dengan simbol the twins. Kawan terdekatku, ada yang berbintang Gemini dan salah satu lelaki yang masih membuat kepalaku pening hingga saat ini, si Orang Asing di ceritaku sebelumnya, iya dia Gemini! Mereka semua charming dengan caranya sendiri bagiku. Mostly, very witty and thoughtful. Pribadi yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti magnet, menarik perhatian orang sekitarnya untuk mendekat. Ya walaupun bagiku yang lumayan ambivert, energi mereka yang meluap-luap terkadang sedikit melelahkan, jangan tersinggung ya kalian para gemini. Dia adalah satu dari dari sedikit kawan wanitaku. Kawanku ini bersumpah tidak akan mengencani pria lokal. Pasarnya adalah lelaki asing, terlihat dari tracking booknya yang pernah dia tunjukkan padaku aku melihat banyak bendera negara lain kecuali Indonesia. Dasar, kurang menghar...

+ Villa atau Rumah +

Bulan puasa biasanya dijadikan momen untuk menjalin tali silaturahmi. Terkadang aku agak malas untuk menghadiri rentetan undangan buka puasa bersama. Oke. Tidak rentetan juga sih, sok terkenal sekali aku. Ya beberapa adalah, minimal kawan sd, kawan sma, angkatan di kuliah, dll. Duh. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Mau di ceritakan bagian yang mana. Terlalu panjang, absurd, dan bewarna-warni. Sampai di suatu momen. Munculah satu lelaki yang sempat hilang selama beberapa saat. Tapi memang itulah dia, hilang timbul hilang timbul bagaikan kotoran mengapung di kali. Dia muncul lagi, menanyakan kabar. Kemudian seolah tidak pernah terjadi apa-apa, menanyakan kenapa aku sombong sekali tidak pernah mengontaknya lagi. Basa basi. Seperti sudah diduga. Dia bertanya, kapan aku tidak sibuk. Mengajak untuk buka puasa bersama. Catch up hidup ujarnya. Catch up hidup? Rasanya ingin aku maki saja. Hey. Sok dekat sekali dirimu. Sekonyong-konyong muncul mendadak mengajak buka p...

+ Smoking Break +

J adi ingat jaman remaja dulu aku suka sekali menonton film drama tentang bagaimana wanita akhirnya bisa menemukan the man of her life. Hollywood happy ending story. Cheesy memang. Namun, tak ku sangkal, indah sekali apabila bisa punya kisah seperti itu.   Kebanyakan diceritakan, cinta itu butuh pengorbanan.  Aku menjalani banyak kisah-kisah cinta fana. Segala (yang aku kira) pengorbanan itu nampaknya sudah aku lakukan. Namun, ini sudah jauh bertahun-tahun setelah aku melewati masa remajaku. Aku masih begini-begini saja, sudah banyak juga aku melalui momen-momen menduga bahwa aku telah aku menemukan the man of my life. Salah ternyata. Belum kapok. Aku duga-duga lagi. Masih bukan juga. Sial.  Hari ini hari Jumat, hari yang auranya lebih ringan dibanding hari-hari biasanya. Bonusnya hari ini, di musim hujan ini, matahari bersinar santai. Tidak terlalu terik dan masih ada semilir angin. Saat yang tepat untuk turun ke bawah. Bersantai di taman gedung ...