Aku bertemu dengan lelaki ini pertama kali sebenarnya cukup memberikan kesan, bukan kesan baik ya. Aduh apa ya. Aku bingung mendeskripsikannya.
Dia ada di suatu rombongan pesta bersama kawan-kawanku. Dengan seorang wanita paruh baya agresif yang berjoget cukup sensual di sebelahnya, wanita terlihat itu tergila-gila padanya. Sampai suatu ketika. Wanita itu menarik tangan lelaki ini, dan memasukan tangan lekaki itu ke celananya. Gila.
Oke, pemandangan yang tidak enak untuk di lihat.
Sampai suatu hari berikutnya, aku dipertemukan kembali dengan lelaki ini. Wajahnya oriental.
Dengan kawan-kawan lainnya kami minum-minum santai. Sampai dia bertanya apakah aku akan menghabiskan malam itu dengan berpesta.
Aku berpikir, sudah hampir seminggu ke belakang aku habiskan dengan mabuk dan pesta.
Nampaknya, aku mau pulang cepat dan bangun pagi esok harinya. Jadi aku bilang padanya kalau aku akan pulang karena berniat lari pagi.
Dia tertawa dan mengejekku, aku bertingkah seperti nenek-nenek katanya.
Egoku tercolek. Kurang ajar. Jiwa pesta mengalir dalam darahku. Orang asing ini tidak bisa mengejekku seperti ini. Lantai dansa memanggilku.
Aku bertanya padanya, dia akan kemana. Dia bilang kemana angin membawanya dan menyebutkan suatu club payah.
Aku tertawa dan membalasnya jika aku akan membawanya ke suatu tempat favoritku yang super keren dan dia pasti menyukainya. Dia cukup senang mendengar rencana ini dan setuju.
Aku, orang asing ini, dan satu kawan kami yang umurnya masih abg pergi bersama.
Kalian tahu kan, ketika musik di lantai dansa bisa membuat cukup terhanyut. Entah ya bagi yang melihatnya, aku sih merasa gerakan dansaku cukup lah untuk dibilang cool. I know I got the moves.
Haha, aku tahu tidak baik memang self proclaimed seperti itu, ya at least tidak off beat lah.
Orang asing ini cukup menikmati melihatku berdansa. Asupan alkohol tidak henti-hentinya dia berikan padaku.
Sialan. Aku tahu dia ingin membuatku mabuk, yang dia tidak tahu, aku sudah mendapat sesi-sesi dari kawan-kawanku, mengenai daya tahan alkohol untuk wanita agar tidak gampang dibuat mabuk oleh lelaki-lekaki seperti ini.
Oke, aku cukup unggul di sisi berdansa dan toleransiku pada alkohol. Aku tidak cepat mabuk untungnya. Terima kasih pada kawanku, aku terhindar dari situasi di bawa pulang orang asing diluar kesadaranku.
Sampai suatu momen di tengah lantai dansa, dia mengutarakan isi hatinya.
Dia menyukaiku sejak saat kami pertama berkenalan, namun nampaknya dia merasa aku tidak menganggap keberadaannya.
Astaga, pikir sajalah. Momen pertama kali kami bertemu. Bagaimana aku bisa menganggap potensi dirinya di saat dia di sosor habis-habisan oleh wanita paruh baya tanpa ada perlawnan.
Level sukanya, sudah tak tertolong lagi padaku, katanya. Tidak, ini bukan dirinya yang bicara aku berprasangka buruk. Ini 'Buddy' nya yang berbicara. Tak lama. Benar saja dia mengajakku untuk pulang bersamanya.
Aduh. Aku mau lari pagi esok harinya. Aku merasa lemak-lemak ini harus di bakar. Namun tawarannya cukup menggoda. Aku memang suka dengan lelaki berwajah oriental. Pilihan yang sulit. Toh tidur bersamanya juga membakar lemak.
Dia bilang. Apabila aku harus bangun pagi, dia akan membangunkanku pagi-pagi agar tetap bisa lari pagi. Dasar laki-laki.
Hmm. Aku perpikir keras. Orang asing ini nampak berharap-harap cemas, terlihat dari wajahnya. Menanti jawabanku.
'Okay, I'll fuck you then I'll go back to my place.' Ujarku santai. Astaga. Kalimat apa itu barusan. Aku tidak tahu apa yang aku katakan. Pengaruh alkohol. Mungkin aku tidak sesadar yang aku kira.
'Whoa, girl!' Ekspresinya kaget namun antusias, padahal dia besar di Amerika, harusnya biasa saja dong. Tidak usah shock gitu mendengar ucapan dari wanita timur ini.
Ya, aku pulang bersamanya. Subuh-subuh, meninggalkan kawan abg kami itu. Ternyata dia baik juga, si orang asing ini menjadi wingman dulu, mencarikan kawan kami wanita sebagai partner dansa, memastikan kawan kami ini tidak sendirian menghabiskan malam itu.
Malam itu cukup menyenangkan. Egoku terpenuhi. Dia memujaku ternyata.
Esok paginya, aku terbangun ketika dia masih tidur. Moodku untuk lari pagi sudah hilang. Namun default mode ku untuk segera pergi cukup kuat.
'Hey, I have to go. I had fun with you. See you around' bisikku.
Dia terbangun dan memelukku erat 'I know you have your morning run. But please don't go.'
Dia nampak sedih. Dia bilang dia benar-benar menyukaiku. Dia menyebutkan ada lima alasan kenapa dia suka padau.
Pertama, aku cantik katanya. Entah, aku agak sangsi, tidak geer mengingat wanita paruh baya sebelumku. Seleranya dipertanyakan. Biarlah, toh wajah dan badannya cukup oke bagiku.
Kedua, aku menarik.
Ketiga, aku pedansa yang baik, I got the moves.
Keempat, aku baik katanya. Aku care pada lingkunganku. Dia melihatku mengecek kondisi kawan-kawanku ketika pesta, serta memberikan asupan air mineral untuk memastikan mereka tidak dehidrasi karena alkohol dan dansa.
Kelima, dia tidak tahu lagi tapi dia benar-benar suka padaku, dia heran karena belum pernah sepertu ini. Namun aku rasa karena aku cukup oke di ranjang.
'Baby, you can stay if you want. Please stay, don't go'
Semakin dia memaksaku untuk tetap bersamanya, semakin besar hasratku untuk pergi. Bukan berarti aku tidak suka padanya. Ini reflek. Aku ingin kamarku, kamar mandiku, dimana semua peralatan dan perlengkapanku berada. Aku harus pulang.
Aku berpamitan. Tekadku bulat. Aku menjanjikan bertemu dengannya lagi untuk makan siang bersama, tentu saja janji itu tidak aku tepati. Aku rasa aku tidak bertemu dengannya lagi.
Akupun pergi. Pagi-pagi buta. Bukan untuk lari pagi. Namun melanjutkan tidur, di kasurku sendiri.
Comments
Post a Comment