Istilah ini memang kebarat-baratan, akibat terlalu banyak menonton film dan juga series luar negeri ya pasti kamu mengiranya. Memang. Inspirasinya dari situ.
Beberapa tahun belakangan, aku memiliki beberapa kawan baik. Istilah kawan lambat laun berubah menjadi wingman, karena ternyata kami lebih sering menghabiskan waktu bersama di tempat dengan musik asik dan alkohol. Kami saling mengiringi.
Wingman-wingman yang kumiliki ini, kalau dipikir-pikir, terkadang merupakan definisi dari wingman terburuk yang ada di dunia. Bagaimana bisa? Kebanyakan kisah berakhir dengan pertanyaan narsistik mereka, apabila ada lelaki yang lebih baik secara fisik, penampilan, dan wawasan dibanding mereka di tempat itu. Satu lagi, dan nampak available. Mereka dengan senang hati akan membawa lelaki itu padaku.
Seringnya jawabannya adalah tidak. Di sisi lain mungkin mereka adalah kawan yang baik, ada benarnya juga yang mereka lakukan, mereka seperti memberi suatu batasan minimum agar aku tidak terjatuh ke pelukan lelaki random (buruk rupa) hasil pilihan otak dengan pengaruh alkoholku.
Satu hari aku mendapatkan sesi mengasah kemampuan terkait alkohol, tentu saja berakhir dengan aku mabuk berat. Kami pergi bertiga hari itu. Kedua wingmanku ini parasnya rupawan.
Lumayanlah sebenarnya untuk meningkatkan nilai tambah bagiku, mungkin terkena imbas aura wajah rupawan mereka sehingga aku jadi terlihat agak rupawan juga. Ditambah tertolong dengan remangnya suasana tempat itu pastinya.
Ini seperti pedang bermata dua, sialnya bisa jadi lelaki justru jadi segan mendekatiku melihat ada dua makhluk ini bersamaku, atau apabila beruntung mungkin orang akan mengira aku sedang bersama dua lelaki penyuka sesama jenis, namun tetap saja kebanyakan lelaki takut dengan lelaki jenis itu.
Satu wingmanku sekilas nampak blasteran eropa timur nampaknya, beruntunglah dia dikaruniai ekspresi yang sangat ramah dan bersahabat. Satu lagi berwajah timur tengah dengan sentuhan sedikit pesisir hindia, raut mukanya dingin dan keras, lumayan mengintimidasi.
Keduanya memiliki kegemaran yang berbeda, entah kelebihan atau kutukan bagi mereka. Wanita bagi si eropa timur dan alkohol bagi si timur tengah. Mereka berdua, mengonsumsi wanita ataupun alkohol, layaknya kebutuhan primer dan dilakukan semudah bernafas.
Hari itu, kami cukup beruntung dengan tema musiknya, 80-90s. Semacam nostalgia. Kami berdansa. Kami berbahagia.
Lambat laun, aku mulai mabuk. Aku melihat sekitar, dan mendapati sesosok lelaki yang menarik berjarak 3 meter dariku. Aku berbisik pada wingmanku, bawa lelaki itu padaku! Dengan entengnya mereka tolak dan memberikan jawaban arogan mempertanyakan mengapa malam itu aku tidak cukup puas bersenang-senang ditemani dua lelaki tampan. Tak lupa mengomentari dandanan lelaki pilihanku itu. Tidak ada yang salah padahal, seingatku. Ya aku lumayan mabuk dan tidak memakai kacamata, mungkin saja mereka benar.
Beberapa menit kemudian, tak terduga, aku mendengar salah satu wingmanku itu berbicara pada seorang lelaki di belakangku. Bertanya pada lelaki itu apakah aku menarik baginya. Aku tak mendengar jawabannya, tapi kuasumsikan iya, karena setelahnya lelaki tersebut menepuk bahuku dan memperkenalkan dirinya.
Tinggi dan berkulit gelap. Jas yang digunakannya memberi nilai tambah. Satu-satunya yang aku tidak bisa perhatikan dengan jelas adalah wajahnya. Kilasan-kilasan cahaya itu terlalu cepat. Dengan cepat dia mengayomiku berdansa dari belakang sembari mencoba mengobrol dengan dua wingman di depanku.
Makhluk di belakangku ini berusaha sekuat tenaga untuk membisikan pertanyaan-pertanyaan seputar informasi standar tentang pekerjaan dan umur, yang susah pauah berhasil kudengar dan kujawab ditengah bisingnya tempat itu.
Aku mulai tidak nyaman, melihat wajah-wajah jenaka menyimpan rahasia dari kedua wingmanku. Sialan. Perasaanku tidak enak.
Aku mencoba menengok ke belakang dengan tujuan ingin mengetahui bentuk wajahnya yang nampaknya disangka suatu gerakan untuk menciumnya. Nyaris aku dilahap. Tak baik memang mengomentari ciptaan Tuhan. Namun, yang benar saja! Ini nampaknya sudah paruh baya dan makanan sehari-harinya adalah kari. Dasar wingman kurang suportif. Masih lebih baik aku di lahap lelaki pilihanku yang tadi.
Sembari mengumpat dalam hati, aku melepaskan pelukan lelaki itu. Aku memberikan tatapan minta tolong kepada wingmanku dengan pesan singkirkan lelaki ini sekarang juga dari radius 5 meter dariku. Kontak batin kami memang kuat. Dalam hitungan detik, aku dirangkul oleh mereka dan mereka mengarahkanku ke sisi berlawanan lelaki itu.
Aku sayang mereka. Namun aku masih kesal sekali. Baru saja mau mengeluarkan makianku. Aku merasakan alkohol naik ke tenggorokanku. Bibirku yang baru saja menganga siap mengeluarkan makian-makian itu, mendadak kubungkam.
Memberi suatu tanda dengan tanganku, wingmanku langsung mengerti. Aku akan muntah dalam beberapa saat, aku merasakan dia berjalan dibelakang menggiringku.
Berhasil mencapai wastafel, aku membenamkan wajahku ke dalamnya dan mengeluarkan semua beban hidupku. Aku juga ingat ada tangan yang membantu memegangi rambutku dan mengusap-usap punggungku. Aku tahu itu mereka, wingmanku.
Seusainya, tentu saja bukan pulang jawabannya namun melanjutkan minum untuk menghabiskan alkohol-alkohol yang masi tersisa.
Aku hilang setelahnya, hilang dalam artian terhanyut alkohol. Terbangun keesokan paginya dengan pakaian sisa semalam, rambut sangat bau asap rokok, dan muka tidak karuan. Aku memutuskan tidak berusaha mengingat sisa malam itu. Entah bagaimana akhirnya aku bisa kembali ke kamarku.
Meratapi hidup yang mengapa begini sekali di umurku yang sudah tidak muda ini, aku membenamkan diri di dalam balutan selimut tebalku dan mengambil keputusan aku tidak akan minum alkohol lagi untuk selamanya, yang tentu saja (merupakan impian kosong semata) bohong.
Beberapa hari kemudian, mereka mengirim sebuah foto berisi dua lelaki menyengir sumringah tampak sedang memapah seorang wanita yang wajahnya sudah tertunduk ke bawah, wanita itu tampak seperdelapan sadar dan tidak berdaya. Dari pakaian yang dikenakan wanita di foto itu, dapat dipastikan wanita itu adalah aku.
Aku memang tidak bisa mengingat dengan jelas akhir kisah malam itu. Namun hanya dengan melihat foto tersebut, membuatku tersenyum nyaris tertawa di tengah siang bolong yang membosankan. Aku si terhancur malam itu, bersyukur memiliki dua lelaki arogan namun penyayang sebagai, yang selalu berhasil menorehkan kisah-kisah ajaib nan jenaka sebagai kenang-kenangan di masa depan.
Comments
Post a Comment