Apa life purpose ku? Dulu sih butuh waktu
lama untuk menjawab pertanyaan ini. Katanya setiap insan manusia memiliki peran
masing-masing di dunia ini. Aku sempat sedih, tidak tahu apa tujuan hidupku, selain
bisa jadi kaya raya tak perlu banting tulang begini untuk bisa menghamburkan
uang baik untuk belanja, bepergian dan berbagi dengan sesama. Duniawi.
Aku suka
pesta dan dansa. Hmm. Jangan-jangan itulah peranku hidup di dunia saat ini.
Alasan mengapa aku diberikan nyawa oleh Yang Maha Kuasa. Menjadi tempat
bernaung kerabat-kerabat terdekat
yang sedang hilang arah dan bingung mau kemana ketika akhir pekan.
Sampai suatu saat,
kawanku yang sedang tidak berada di Indonesia bertanya apakah dia boleh
memberikan kontakku kepada salah satu kawannya yang akan berkunjung ke Jakarta.
Lelaki, satu kampus dengannya. Katanya, aku orang yang tepat untuk bisa membuat
kawannya ini merasakan keriaan yang bisa diberikan oleh Jakarta.
Aku terharu
bisa mendapatkan kepercayaan ini.
Padahal, rencana
awalnya, aku dan kawanku akan menghabiskan akhir pekan ini kegiatan yang
santai. Mengingat umur dan energi yang sudah terbatas. Semalaman kami pesta
hingga lampu terang, tanda sudah diusir secara halus untuk pulang.
Nampaknya,
mencoba restoran Jepang yang katanya menyajikan babi yang enak dan beragam,
kemudian mencari tempat untuk minum sembari mengobrol cukup santai adalah
rencana yang bagus.
Namun, rencana
hanyalah rencana. Tepat pada saat kami selesai makan malam. Seseorang mengontakku
untuk bertanya apakah aku bisa bertemu dengannya malam itu. Ini dia orang yang
diceritakan kawanku, si kawannya temanku itu. Ternyata dia sudah di Jakarta.
Plan B segera
dibuat untuk malam itu. Aku sedikit nervous, rekomendasi kawanku itu menjadi
sedikit tekanan, ekspektasi kawannya nampaknya tinggi malam itu.
Setelah
drama-drama yang dialami oleh lelaki ini, dari memesan Uber namun yang datang
malah abang ojek (Uber Motor), sedang selfie
di ojek tiba-tiba diguyur hujan deras, sampai kisah minta di antarkan ke bar
yang sudah kupesankan untuknya malah di antarkan ke tempat lain. Kasihan lah
pokoknya perjuangan ia bertemu kami.
Akhirnya
aku dan kawanku bertemu lelaki ini. Latin dan gila, kamipun sempat bertanya-tanya
apakah mahasiswa-mahasiswi Ivy Leagues
berkelakuan seperti ini. Apabila iya, kami jadi mendapat secercah harapan bahwa
kamipun bisa meneruskan sekolah lagi di tempat bergengsi itu. Setelah batang
rokok dan segelas bir, kami semua ternyata cocok.
Kemudian,
kami membawanya ke bar langganan kami dengan live music rock and roll. Bar ini punya minumam mematikan. Hanya
Tuhan yang tahu apa saja campuran di dalamnya.
Aku ingat
terakhir kali aku minum minuman ini, akhirnya tidak baik. Hancur. Meninggalkan
trauma, aku dan kawanku sampai hampir setahun sempat tidak ke tempat itu lagi,
momen hancur terakhir kali disana cukup memalukan.
Malam itu,
demi menjamu turis ini, seperti air zam-zam yang tidak ada habisnya begitu pula
dengan minuman mematikan ini, entah berapa banyak gelas yang kami habiskan. Kawanku
dan lelaki ini memang sudah terasah kemampuan meminum alkohol-alkohol itu.
Kalau aku, curang, tentu saja aku tidak bisa mengimbangi kadar toleransi alkohol
mereka, jadi setiap beberapa saat aku akan ke toilet untuk memuntahkan secara
paksa minuman-minuman itu. Haha. Itu saja aku sudah mabuk sekali, cukup memalukan
apabila ditambah aku harus muntah diluar kendaliku.
Alkohol
memang mencairkan suasana, tak sadae kamipun bernyanyi bersama band-nya. Mohon
maaf yang sebesar-besarnya untuk pengunjung lain, kami (sedikit) mabuk.
Kami masih
ingin berdansa namun bar itu akan tutup. Sehingga kami pindah ke sebuah Underground club yang seperti rumah
kedua bagiku. Malam itu nampaknya aku banyak berdansa dengan siapapun itu dan juga
banyak mendapatkan asupan-asupan minuman entah darimana.
Aku dari
mabuk sampai jadi sadar karena kaget
mendengar lelaki ini tiba-tiba berbisik, mengajakku untuk kabur pulang
bersamanya. Astaga memang dia tidak merasa bahwa kami adalah ‘Bro’, aku sangat
ramah dan bersahabat karena aku kan sudah dititipi untuk menjadi tour guide yang baik. Sialan. Dia mabuk,
tentu saja otaknya sedang ada di kemaluannya. Saat itu aku lelah dan hanya ingin
kasurku. Jangan bawa aku pulang.
Setelah
sampai kasurku, sadar dan mendadak tidak mengantuk, aku jadi berpikir, kenapa
tidak. Kenapa aku tolak. Ah. Sesal selalu dibelakang.
Untungnya,
lelaki ini masih mengontakku setelah malam itu. Kunjungannya ke sini hanya untuk
beberapa hari, semacam pertukaran pelajar singkat. Percakapan itu berakhir
dengan, mengatur jadwal untuk mengadakan pesta perpisahan singkat di malam
terakhirnya di Jakarta.
Papi, nama
iseng yang kubuat untuknya, aku suka, cukup lucu dan akrab, tentu saja dia pun
suka. Ambigu memang, semacam panggilan hooker untuk sugar daddynya. Dia jenaka,
aku sampah, kombinasi yang tepat.
Pertemuan
terakhir itu dengan Papi, akhirnya
melibatkan kamar, kasur dan selimut yang nyaman. Semua itu untuk menjawab rasa
penasaranku untuk masuk ke dalam latino market, dan rasa penasarannya terhadap
gadis Asia Tenggara yang baginya sangat eksotis.
Aku
menghargai dan menikmati setiap momen membuka kadoku. Haha. Iya istilah yang
kugunakan setiap aku membuka celana lelaki-lelaki itu. Begitu melihat kadonya,
aku langsung tahu, aku punya nick name untuknya.
Bagaimana
rasanya? Hmm, salahkan ekspektasiku yang tinggi. Serius, biasa saja, bukan yang
buruk, hanya saja segala mitos tentang kebanyakan lelaki latin dengan semua
keseksiannya itu lumayan menggoda untukku.
Intinya
satu, untuk kamu lelaki-lelaki lokal, tidak perlu takut menghadapi tantangan
globalisasi. Haha. Kamu masih dapat bersaing tentu saja dengan para lelaki
asing itu. Lelaki ini tidak dapat menggeser posisi lelaki lokal di peringkat
satu itu.
Hanya tiga
jam saja kami bersama, sebelum dia pergi untuk mengejar pesawat paginya. Tiga
jam yang cukup untukku, Papi, dan Pepito. Ini semua juga demi egoku.
Mengharumkan nama bangsa di kancah pasar wanita-wanita asing nan seksi itu. Aku
tahu, kita wanita-wanita Indonesia sangat eksotis dan tentu saja punya nilai A
di kasur.
Aku
terbangun di kamar hotel, keesokan harinya, sendirian karena Papi harus pergi
untuk mengejar pesawat paginya. Brengsek. Tidak ada adegan aku meninggalkan siapapun
di pagi-pagi buta.
Aku yang ditinggalkan
kali ini, dengan kecupan tipis tanda kami tak akan bertemu lagi dikemudian
hari.
Karma is a bitch. I knew
it.
LuckyClub: The most trusted online casino site
ReplyDeleteJoin now and enjoy a range of authentic slots from leading providers like Microgaming, NetEnt and Spinomenal.Login · Features · Games · luckyclub.live Promotions