Skip to main content

+ Puzzle +

Dahiku terasa sakit sekali, seperti habis menabrak sesuatu dengan cukup keras, yang aku tidak tahu apa, serta tambahan pusing kali ini terasa berlipat ganda, yang aku tahu penyebabnya apa, aku terlalu banyak meminum sesuatu yang mengandung zat memabukkan.

Mencoba mengingat apa yang aku telah alami, tidak bisa, kilasan memori terakhir terhenti di permainan Korean Bomb, soju dan bir, aku ingat bagaimana aku menenggak minuman itu dengan penuh percaya diri. Aku hilang setelahnya. Menakutkan dan berbahaya.

Malam itu, aku bersama kawan-kawan terdekatku,dengan tambahan personel, seorang lelaki. Cerita klasik, malam itu malam terakhirnya di Jakarta. Kuputuskan untuk mengajaknya pergi dengan kawan-kawanku, setelah ajakan kencannya kutolak beberapa hari yang lalu. Pergi berdua dengannya untuk saat-saat dimana imanku sedang sangat tipis dan jiwaku sedang rapuh, bukan pilihan yang baik. 

Berakhir di ranjang lelaki ini, tidak baik untuk kesehatan mentalku setelahnya.

Kawan-kawanku adalah filter terbaik yang kumiliki, batas antara diriku dan dunia yang kejam.

Aku selalu tertarik dengan lelaki gila. Predator-predator yang mahir dengan wanita, selalu tampak menarik bagiku. Aku tidak tertarik dengan predator kelas teri atau lelaki yang berusaha terlihat seperti predator. Resiko dan bahaya yang datang di dalam hubunganku dengan mereka, membangkitkan adrenalin. Bukannya bersembunyi atau berlari sejauh-jauhnya apabila melihat mereka, namun justru aku malah menampakkan batang hidungku, menghampiri mereka di luar batas amanku, seakan meminta untuk diburu.

Itulah yang kulakukan dengan lelaki ini, predator ini melihat sosokku bagai seekor tupai kecil yang sedang bosan. Dia menyaksikanku melompat-lompat lincah di sekelilingnya, menunggu dengan sabar  hingga aku lengah, lelah, dan jatuh.

Lelaki kali ini cukup menarik, dari segi usia, pekerjaan, dan juga kebangsaan. Terpaut jarak beberapa tahun, kepala tiga, adalah usia yang sangat seksi. Pekerjaannya di industri kreatif, tentu saja salah satu alasan mengapa semua rayuannya terdengar sangat menarik. Kebangsaannya, dia bukan berasal dari negara ini, namun jarak negaranya tidak terlalu jauh, membuatku lega karena tidak harus berurusan dengan tiket pesawat mahal, waktu terbang yang lama, dan juga perbedaan zona waktu tidak terlalu jauh.

Dia dapat berinteraksi dengan baik bersama kawan-kawanku. Salah satu test yang tanpa dia sadari telah dia lewati.

Namun, sebercak rasa khawatir menjalar pagi itu, aku cukup  yakin malam itu tidak berakhir baik. Sangat mungkin terjadi suatu kejadian yang buruk ataupun memalukan.

Mencoba mengumpulkan kepingan puzzle, menghabiskan sore hari setelahnya dengan bantuan kacamata hitam, entah tidak kuat menghadapi sinar matahari atau tidak kuat menghadapi malu, untunglah mentari sedikit sendu hari itu dan gerimis yang turun membuat bumi terasa lebih menenangkan, sehingga aku dapat melepas kacamata hitam itu, ketika aku bertemu kawanku, tidak ada kata-kata yang dapat kuucapkan, aku memeluknya erat dan mengucapkan sungguh-sungguh bahwa aku sangat menyayanginya. Aku tahu dia menyayangiku, terlihat dari beberapa panggilan yang tidak kuangkat dan juga beberapa pesan singkat yang tidak kubalas pada akhir malam itu. Nampaknya aku sudah tidak sanggup membalas ataupun mengangkat apapun itu begitu aku menyentuh kasur.

Ngeri. Aku bersiap mendengarkan apa saja yang telah kulakukan malam itu. Campuran antara helaan nafas panjang, rasa gemas dan sayang, kawanku mulai bercerita.

Sembari memberanikan diri untuk melihat pesan terakhir yang dikirimkan lelaki itu padaku, belum apa-apa dia sudah rindu padaku katanya. Gombal dasar, yang kubalas untuk sekedar mengecek apabila dia tidak tertinggal pesawatnya.

Obrolan dengan lelaki itu berakhir dengan aku mulai mendapatkan kepingan puzzle terakhir kisah malam itu, yang kudengarkan dari lelaki ini. Di pesan singkatnya. Lelaki ini berkata ‘You’re still having my card right?’

Hah. Kartu apa? Aku mengecek dompetku dan benar saja, disana terdapat seonggok kartu ATM miliknya. Tidak. Bagaimana mungkin ini terjadi. Sungguh kriminal.

Oke. Ada tiga tipe pemabuk. Satu yang paling menyebalkan karena akan gampang sekali tersulut emosinya dan senang mencari keributan. Tipe kedua yang  sebenarnya paling aman karena ketika mabuk justru jadi mengantuk dan bisa tertidur dimana saja. Ketiga yang paling berbahaya karena nafsunya terhadap lawan jenis akan meningkat.

Aku, surga dan neraka bagi lelaki itu, tipe pertama dan kedua melebur jadi satu.

Dimulai dengan aku menyembunyikan handphone lelaki ini ketika dia sedang berusaha memesan Uber. Dia harus pulang meningat flight paginya dan aku menjadi sangat marah katanya, bersikeras menyimpan handphone itu dalam bajuku, iya benar, kuselipkan di dalam pakaian dalamku. Sehingga dia harus memohon pada temanku untuk membujukku mengembalikannya.

Pada akhirnya aku mengembalikannya, lelaki ini berhasil memesan Uber, setelah sebelumnya menutup semua bills malam itu dengan 
kartunya. Dia mengecupku selamat tinggal, dengan dua pilihan yang diberikan padaku, dimanakah baiknya dia mendaratkan kecupannya. Bibirkah atau pipi saja cukup, yang kujawab dengan yakin dan kencang. Bibir!

Kehangatan yang kurasakan pada bibirku, membuatku mengantarnya menuju lift pintu keluar. Panggilan telepon dari supir Ubernya, kurebut dan kuminta untuk dibatalkan. Kami memasuki lift yang terbuka. Aku menekan seluruh nomor yang ada pada lift itu dan mulai melahap lelaki ini, yang di akhiri dengan makianku padanya karena dia meninggalkanku malam itu. Untuk meyakinkanku bahwa lelaki ini akan kembali lagi ke negara ini, aku meminta sebuah jaminan, ternyata kartu ATM itu adalah jaminan yang diberikan kepadaku.

Lelaki ini entah luluh atau merasa terancam, sempat mengajakku untuk pulang bersamanya karena dia akan membatalkan penerbangannya hari itu untukku. Ajakan itu aku tolak, aku memaksanya keluar dari lift, aku menyuruhnya untuk segera pulang. Setelah kartu ATMnya kupegang, dia kutendang. Sungguh seperti panting ada uang abang sayang tidak ada uang abang dibuang.

Begitulah kira-kira rangkaian puzzle yang tersusun untuk menggambarkan kejadian malam itu. Aku memeluk diriku sendiri dengan erat, bersiap membenamkan diriku ke pusat bumi.

Selesai hidupku. Aku harus segera menyudahi kehidupan penuh alkohol dan dosa ini. Aku harus segera mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa, sebelum aku dipanggil menemui-Nya.






Comments

Popular posts from this blog

+ Dua Sisi Gemini +

Aku bukan ahli dalam perzodiakan. Hanya suka iseng-iseng bertanya apa bintangmu pada kawanku ataupun lelakiku. Beberapa diantaranya memiliki bintang dengan simbol the twins. Kawan terdekatku, ada yang berbintang Gemini dan salah satu lelaki yang masih membuat kepalaku pening hingga saat ini, si Orang Asing di ceritaku sebelumnya, iya dia Gemini! Mereka semua charming dengan caranya sendiri bagiku. Mostly, very witty and thoughtful. Pribadi yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti magnet, menarik perhatian orang sekitarnya untuk mendekat. Ya walaupun bagiku yang lumayan ambivert, energi mereka yang meluap-luap terkadang sedikit melelahkan, jangan tersinggung ya kalian para gemini. Dia adalah satu dari dari sedikit kawan wanitaku. Kawanku ini bersumpah tidak akan mengencani pria lokal. Pasarnya adalah lelaki asing, terlihat dari tracking booknya yang pernah dia tunjukkan padaku aku melihat banyak bendera negara lain kecuali Indonesia. Dasar, kurang menghar...

+ Villa atau Rumah +

Bulan puasa biasanya dijadikan momen untuk menjalin tali silaturahmi. Terkadang aku agak malas untuk menghadiri rentetan undangan buka puasa bersama. Oke. Tidak rentetan juga sih, sok terkenal sekali aku. Ya beberapa adalah, minimal kawan sd, kawan sma, angkatan di kuliah, dll. Duh. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Mau di ceritakan bagian yang mana. Terlalu panjang, absurd, dan bewarna-warni. Sampai di suatu momen. Munculah satu lelaki yang sempat hilang selama beberapa saat. Tapi memang itulah dia, hilang timbul hilang timbul bagaikan kotoran mengapung di kali. Dia muncul lagi, menanyakan kabar. Kemudian seolah tidak pernah terjadi apa-apa, menanyakan kenapa aku sombong sekali tidak pernah mengontaknya lagi. Basa basi. Seperti sudah diduga. Dia bertanya, kapan aku tidak sibuk. Mengajak untuk buka puasa bersama. Catch up hidup ujarnya. Catch up hidup? Rasanya ingin aku maki saja. Hey. Sok dekat sekali dirimu. Sekonyong-konyong muncul mendadak mengajak buka p...

+ Pelampung +

Katanya, salah satu kemampuan dasar yang sepatutnya dimiliki manusia adalah berenang. Sayangnya kemampuan itu tidak aku miliki. Toh berenang bukan jadi hal yang menarik bagiku. Tidak sepenuhnya tidak bisa, aku bisa sedikit, gaya renang entah apa itu. Hal paling sulit bagiku adalah mengambang, aku sulit mengambang, sedikit-sedikit tenggelam. Memang hidup jenaka, aku dipertemukan lelaki yang suka sekali berenang. Sial. Awalnya aku tidak bermasalah dengan hobinya itu. Toh, kami jarang bertemu, paling aku hanya menyimaknya bercerita kegiatan sehari-harinya termasuk berenang. Hingga suatu hari kami memutuskan berlibur bersama. Ke pantai dan laut, dimana dia ingin berenang di laut. Baiklah, aku sudah memutuskan dalam hati aku akan menjadi kekasih yang supportif, aku akan menunggunya berenang di pantai sembari berjemur matahari. 'Let's go, babe!' ujarnya antusias mengajakku berenang. Mataku terbelalak, aku lupa-lupa ingat, bukankah aku sudah bercerita aku tidak bisa be...