Skip to main content

+ Personal Assistant +

Bagiku yang minim ekspresi dalam emosi di dunia nyata. Rasa sayang itu tidak dikatakan, namun ditunjukan.

Belum sebulan aku pindah dari ibu kota dan belum juga beberapa minggu kami tidak bertemu. Kawan terdekatku berangkat menyusuliku ke pulau dewata ini. Nampaknya dia rindu padaku, diiringi kebutuhannya mengasingkan diri dari kejamnya ibu kota.

Tiket sekali jalan pun dia beli tanpa memikirkan tiket pulangnya. Astaga, aku tidak tahu akan berapa lama dia akan tinggal bersamaku. Satu kamar, satu ranjang. Dimana aku harus mencari privasiku? Ya Tuhan.

Bukannya aku terganggu, kawanku satu ini sudah mendeklarasikan tugas sebagai asisten pribadinya kepadaku, seumur hidup. Iya, seumur hidup. Betapa ini akan menjadi a life time voluntary work.

Aku menjalaninya dengan hati ikhlas. Terkadang memangu terdengar seperti keluhan, ya mohon maaf kan aku manusia juga. Aku anggap ini adalah pelajaran kehidupan. Menghadapi dan mendampingi kawanku ini bukanlah hal mudah, sangat menantang dan mengasah life skill.

Kembali ke kunjungan si kawan tanpa tiket pulang. Dia sangat tahu basic life skill yang tidak kumiliki adalah menyetir. Makanya aku selalu bersandar pada taksi-taksi online, serta tidak lupa, para ojek tersayang itu.

Sekonyong-konyong, kawanku yang berjenis kelamin lelaki ini. Meminta suatu permintaan yang kalau dipikir pakai akal sehat, sulit untuk dipercaya. Tega sekali, dia meminta untuk dijemput di airport.

Demi disambut di gerbang penjemputan oleh orang yang membawa kertas bertuliskan 'Welcome to Bali' dengan tulisan besar, beserta nama lengkapnya.

Siapakah orang yang membawa kertas tulisan itu? Siapa lagi? Ya tentu saja aku. Keparat sekali permintaannya. Mau-maunya aku.

Kenapa aku mau? Sudah kubilang, ini adalah bagian dari tugas personal assistant. Sayang tidak perlu dikatakan, tapi dibuktikan dengan aksi nyata yang terkadang kurang efektif dan efisen, karena pulangnya toh kami order taksi online yang sebenarnya bisa dia lakukan sendiri. Hanya saja dia terlalu manja untuk melakukan hal itu.

Kalau nanti benar ada hari pengakuan dosa. Aku akan mengaku bahwa aku terlalu memanjakan kawanku ini. Kasihan nanti calon istrinya, permohonan maaf sebesar-besarnya dari lubuk hatiku karena telah salah membesarkannya.

Dengan mengenakan dress pantai, angin sore itu cukup membuatku kewalahan menghadapi kibaran dress-ku. Dua jam sudah aku stand by di lokasi penjemputan.

Sungguh sial. Aku ingat membawa kertas namun lupa tidak membawa pena. Jadilah kubuat tulisan selamat datang itu dengan lipstik dan pinsil alisku. Sunggu kreatif memang, untungnya masih terlihat artistik walau dibuat dengan modal seadanya.

Berdempetan dengan supir-supir hotel mahal yang membawa papan berisikan nama tamu-tamu hotel, aku menyelip di tengah-tengah mereka dengan memegangi kertasku. Sempat sesekali rok yang kupakai tersingkap tertiup angin, biarlah, pemandangan pas-pasan yang nampaknya dinikmati supir-supir itu.

Kawanku tak kunjung datang, pasti gara-gara budget flight yang dipilihnya, sehingga pesawatnya tidak tepat waktu. Sialan. Buat apa aku tadi terbirit-birit, nyaris saja aku naik ojek menempuh 20 kilometer perjalanan ke airport, pilihan kurang pintar yang untungnya tidak jadi aku ambil karena takut masuk angin.

Penantianku berganti menjadi senyuman lebar, nyaris menitikan air mata (tentu saja bohong, hanya air mata buaya saja yang kupunya) ketika melihatnya keluar dari pintu kedatangan.

Kawanku menyengir lebar melihat permintaannya dikabulkan, ego-nya terpenuhi melihatku memegang kertas selamat datang yang sungguh ala-ala itu.

Aku berlari memeluknya, ratusan kilometer dia tempuh untuk menjenguk personal assistant-nya ini. Biarkanlah tiket pulangnya tetap menjadi misteri.

Sudah dapat ditebak, belum juga lima menit setelah adegan mengharukan itu, kawanku itu segera memberi instruksi ‘Eh pesenin uber-nya dong. Sama cariin tempat makan babi yang enak juga ya.’ dengan wajar datarnya.

Brengsek. Setengah dongkol, namun tanganku bergerak membuka aplikasi taksi online sembari mencari rekomendasi babi guling yang masih buka pada jam itu. Astaga, sudah terbayang akan seperti inilah hari-hariku bersamanya, semoga misteri tanggal kepulangannya segera terungkap.

Comments

Popular posts from this blog

+ Dua Sisi Gemini +

Aku bukan ahli dalam perzodiakan. Hanya suka iseng-iseng bertanya apa bintangmu pada kawanku ataupun lelakiku. Beberapa diantaranya memiliki bintang dengan simbol the twins. Kawan terdekatku, ada yang berbintang Gemini dan salah satu lelaki yang masih membuat kepalaku pening hingga saat ini, si Orang Asing di ceritaku sebelumnya, iya dia Gemini! Mereka semua charming dengan caranya sendiri bagiku. Mostly, very witty and thoughtful. Pribadi yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti magnet, menarik perhatian orang sekitarnya untuk mendekat. Ya walaupun bagiku yang lumayan ambivert, energi mereka yang meluap-luap terkadang sedikit melelahkan, jangan tersinggung ya kalian para gemini. Dia adalah satu dari dari sedikit kawan wanitaku. Kawanku ini bersumpah tidak akan mengencani pria lokal. Pasarnya adalah lelaki asing, terlihat dari tracking booknya yang pernah dia tunjukkan padaku aku melihat banyak bendera negara lain kecuali Indonesia. Dasar, kurang menghar...

+ Villa atau Rumah +

Bulan puasa biasanya dijadikan momen untuk menjalin tali silaturahmi. Terkadang aku agak malas untuk menghadiri rentetan undangan buka puasa bersama. Oke. Tidak rentetan juga sih, sok terkenal sekali aku. Ya beberapa adalah, minimal kawan sd, kawan sma, angkatan di kuliah, dll. Duh. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Mau di ceritakan bagian yang mana. Terlalu panjang, absurd, dan bewarna-warni. Sampai di suatu momen. Munculah satu lelaki yang sempat hilang selama beberapa saat. Tapi memang itulah dia, hilang timbul hilang timbul bagaikan kotoran mengapung di kali. Dia muncul lagi, menanyakan kabar. Kemudian seolah tidak pernah terjadi apa-apa, menanyakan kenapa aku sombong sekali tidak pernah mengontaknya lagi. Basa basi. Seperti sudah diduga. Dia bertanya, kapan aku tidak sibuk. Mengajak untuk buka puasa bersama. Catch up hidup ujarnya. Catch up hidup? Rasanya ingin aku maki saja. Hey. Sok dekat sekali dirimu. Sekonyong-konyong muncul mendadak mengajak buka p...

+ Pelampung +

Katanya, salah satu kemampuan dasar yang sepatutnya dimiliki manusia adalah berenang. Sayangnya kemampuan itu tidak aku miliki. Toh berenang bukan jadi hal yang menarik bagiku. Tidak sepenuhnya tidak bisa, aku bisa sedikit, gaya renang entah apa itu. Hal paling sulit bagiku adalah mengambang, aku sulit mengambang, sedikit-sedikit tenggelam. Memang hidup jenaka, aku dipertemukan lelaki yang suka sekali berenang. Sial. Awalnya aku tidak bermasalah dengan hobinya itu. Toh, kami jarang bertemu, paling aku hanya menyimaknya bercerita kegiatan sehari-harinya termasuk berenang. Hingga suatu hari kami memutuskan berlibur bersama. Ke pantai dan laut, dimana dia ingin berenang di laut. Baiklah, aku sudah memutuskan dalam hati aku akan menjadi kekasih yang supportif, aku akan menunggunya berenang di pantai sembari berjemur matahari. 'Let's go, babe!' ujarnya antusias mengajakku berenang. Mataku terbelalak, aku lupa-lupa ingat, bukankah aku sudah bercerita aku tidak bisa be...