Aku pernah menonton iklan singkat dari sebuah perusahaan asuransi. Kamu mungkin pernah juga menonton iklan itu. Ceritanya di iklan tersebut nampak ada anak kecil bersama neneknya, mereka sedang berada di sebuah swalayan untuk membeli kebutuhan primer mereka, dan ketika melewati etalase kue-kue nan cantik, anak kecil itu nampak teringat sesuatu dan sambil berpikir keras dia mengambil kue itu dan memasukannya ke dalam keranjang.
Adegan yang menyentuh bagiku adalah adegan dimana si anak kecil sudah membawa kue ulang tahun ke kasir, namun sang nenek tidak memiliki cukup uang, sehingga anak kecil itu membawa kue tersebut kembali ke etalase kue-kue di swalayan tersebut.
Ternyata ada seorang lelaki yang mengamati kejadian tersebut, lelaki tersebut terketuk hatinya dan akhirnya membeli kue yang tadi nyaris dibeli anak kecil itu.
Setelah membeli, lelaki itu menunggu di pintu keluar swalayan untuk langsung memberikannya ke anak kecil dan sang nenek.
Anak kecil dan sang nenek cukup kaget karena menerima kebaikan tak terduga itu. Mereka mengucapkan terima kasih serta berjanji akan mengganti uang laki-laki tesebut di kemudian hari, mereka meminta alamat lelaki tersebut, entah kapan mereka bisa menggantinya.
Laki-laki tersebut tersenyum seraya menolak untuk diganti sembari memberikan sebuah kertas berisi catatan kecil ke sang anak kecil.
Ternyata, anak kecil dan nenek ingin memberi kue itu untuk sang kakek yang hari itu bertambah umurnya. Ketika mereka sampai di rumah, sang kakek melihat catatan kecil itu dan menjadi berkaca-kaca melihat pesan di kertas itu.
Karena catatan kecil itu tepat seperti catatan kecil yang dia berikan pada seorang anak kecil ketika sang kakek masih muda, dengan kejadian yang mirip sekali. Bertahun-tahun setelahnya, roda berputar, kebaikan yang pernah dia tebarkan, berbalik ke dirinya sendiri. Aku lupa kata-kata tepatnya seperti apa, intinya, pesan di kertas itu adalah untuk menyebarkan kebaikan.
Kali ini, kisahku kali ini tidak sedramatis iklan itu, sedikit terkesan minim modal mungkin. Saat itu aku masih norak dan sok tahu. Tattoo baru di badanku, nyaris berumur dua minggu. Masih terasa sedikit gatal karena kulit-kulit arinya masih dalam proses pengelupasan yang kedua.
Aku melewati sebuah tempat pembuatan tattoo. Seperti butik suasananya dan teresan eksklusif. Bangunannya sangat artistik dan keliatan mahal, namun itulah tempat tattoo terdekat. Karena teringat tattoo di badanku yang masih gatal, aku masuk untuk berkonsultasi. Sesosok wanita asing berambut pendek pirang menyapaku, kemudian aku bertanya tentang after care tattoo.
Wanita tersebut menjawab mereka memiliki paket after care untuk tattoo baru dan mendengarkan penjelasanku tentang kondisi tattoo-ku.
Dia bertanya apakah dia boleh memegang tattoo berukuran tidak terlalu besar di pinggangku itu, aku mengizinkannya. Dia menyentuh tekstur kulit tattoo milikku untuk memeriksa keadaannya.
Kemudian dia merubah raut wajahnya dan berkata bahwa aku tidak membutuhkan semua paket after care itu, hanya obat berupa salep yang kubutuhkan.
Aku bertanya berapa harganya, wanita itu menyodorkan salep tersebut dan dia bilang kalau dia menolak untuk di bayar. Aku memaksa untuk membayar. Dia tetap menolak. Ya masa aku tidak membuat tattoo disana namun aku malah dapat barang gratis dari mereka, aku kan jadi tidak enak hati.
'Just take it and count it as blessings, so you can spread the kindness to the others.' Ujarnya dengan gaya bicara yang cuek, namun mengandung banyak kebaikan di dalamnya.
Gila. Apa-apaan ini? Aku terdiam karena terharu dan sedikit bingung. Aku mengambil pemberiannya, berjalan pulang dengan hati hangat.
Aku si pendosa yang memiliki ingatan lumayan buruk, malah jadi menerka-nerka apa yang telah kulakukan sehingga menuai bisa-bisanya aku menuai kebaikan. Tuhan masih ingat padaku, padahal aku suka lupa pada-Nya.
Terima kasih, Inked Goddess.
Comments
Post a Comment