Skip to main content

+ Supir Bau Kencur +

Aku pulang larut. Hari itu Sabtu malam. Sedang tidak mood untuk berpesta, jadi hari itu aku hanya mengopi saja sampai tempatnya tutup. Lapar. Sebelum pulang aku makan nasi pedas kaki lima yang super enak, kesukaanku. Makanan Indonesia, khas Jawa, manis dan pedas, buka hingga malam dia. Biasanya orang-orang yang kelaparan sehabis berdansa suka makan disitu.

Tepat tengah malam, aku sudah mengantuk. Tak tega meminta kawanku yang rumahnya berjarak 5 menit dari situ hanya untuk mengantarku pulang. Aku pun memesan Uber.

Tak lama, supirnya pun datang. Moodku saat itu, tidak sedang ingin mengobrol. Capek dan agak mengantuk. Ya bukan berarti aku sedang tidak ramah, batasan interaksi hanya memberi arahan jalan seperlunya. Tolong dimengerti.

Aku sangat mengapresiasi apabila supirnya pun tidak banyak melakukan interaksi yang tidak perlu, diluar konteks arah jalan. Namun, dari pertanyaan pertamanya saja sudah bikin kesal. 'Abis pulang dugem ya, Mbak?'

Kurang ajar. Sok tahu sekali dia.

'Ngga. Cuma makan doang kan tadi dijemputnya bukan ditempat dugem.' aku menjawab datar.

Dia diam. Aku kira sudah tidak berlanjut lagi obrolannya.

'Ini pulang ke rumah, Mbak?' dia bertanya lagi.

'Iya.' Aku jawab singkat. 

Salah harusnya aku pura-pura tuli saja. Karena ternyata masi banyak bombardir pertanyaan lainnya. 

Mulai dari aku kerja atau kuliah. Kerja di daerah mana. Nongkrong dimana saja biasanya. Umur berapa. Pacarnya kemana.

Tak hanya itu. Tanpa ditanya dia juga bercerita bahwa dia baru saja lulus SMA. Baru pulang nongrong dengan teman-temannya. Mau kerja dulu part time jadi supir Uber. 

Aku iya-iya saja, sesekali oooh, sopan. Tak bertanya. Tak menanggapi. Menjawab asal campur bohong untuk pertanyaan-pertanyaannya itu.

Sampai tibalah di pertanyaan yang membuat ego ku tercolek.

'Mbak udah umur segini, kok masih belom nikah sih?'

Dasar supir masih bau kencur. Apa yang dia tahu tentang sulitnya mencari pasangan hidup yang cocok. Aku kira aku cukup santai menjadi lajang selama ini. Ini pilihan, aku lajang karena pilihan. Aku lajang yang cukup bahagia, aku meyakinkan diriku.

'Memangnya kalo belum menikah umur segini kenapa, Mas?' aku mencoba santai dan tidak mau terdengar tersinggung.

'Nanti keburu jadi perawan tua loh, Mbak.' sambil sedikit tertawa, mungkin dia polos, mungkin dia memang niat mengejekku. Sialan.

Lagian, untuk tidak jadi perawan tua kan tidak perlu menikah dahulu kalau boleh berpendapat. Namun, tentunya pendapat itu cukup kusimpan dalam hati.

Aku hanya tertawa datar saja 'Justru itu, ini belum nikah soalnya banyak banget yang ngajak nikah soalnya. Bingung milihnya. Ada yang duda, ada yang punya istri. Susah kan milihnya.' jawabku bohong campur asal.

'Oh, Mbak pacarnya banyak ya? Hayoo. Jangan terlalu sibuk mengejar karir, Mba. Jangan terlalu pemilih juga, pasti ada yang terbaik. Kalau kata agama, sebaiknya menikah itu jangan ditunda-tunda.' ujarnya lagi.

Pertama, aku bukannya mengejar karir. Ini bukan sesuatu yang bisa dipilih, kalau tidak kerja, darimana aku bisa makan, membayar tagihan-tagihanku, dan juga membiayai kegiatan yang berhubungan dengan pesta dan alkohol itu.

Kedua, siapalah aku bisa berkata aku seorang yang pemilih. Memangnya aku model Victoria's Secret, hah? Ini kan tidak.

Ketiga, agama di bawa-bawa, yang ini aku tidak mau banyak komentar. Pengetahuan agamaku memang minim. Jadi, aku tidak bisa membalas berargumen dengan ayat-ayat yang lain.

Sampai juga di rumah, perjalanan pulang ini sungguh random dan berbekas di hati. Tak lupa aku mengetik pesan di aplikasi Uber mengenai trip barusan, bahwa sebaiknya supir-supir Uber dibekali dengan tata krama berkomunikasi untuk tidak terlalu banyak cakap mencampuri urusan hidup penumpangnya 

Aku pun jadi merenung,Aku tidak pernah benar-benar sendiri. Lelaki-lelaki selalu datang dan pergi. Fana. Ya memang sih  ada juga lelaki yang pernah mengajakku menikah, walaupun aku tidak tahu itu serius atau bercanda. 

Nampaknya sih bercanda ya. Kalau benar serius, mungkin saat waktu luangku ini bukannya diisi dengan menyetok tulisan untuk blog ku, namun sedang sibuk menyusui anak dan suamiku itu.

Comments

Popular posts from this blog

+ Dua Sisi Gemini +

Aku bukan ahli dalam perzodiakan. Hanya suka iseng-iseng bertanya apa bintangmu pada kawanku ataupun lelakiku. Beberapa diantaranya memiliki bintang dengan simbol the twins. Kawan terdekatku, ada yang berbintang Gemini dan salah satu lelaki yang masih membuat kepalaku pening hingga saat ini, si Orang Asing di ceritaku sebelumnya, iya dia Gemini! Mereka semua charming dengan caranya sendiri bagiku. Mostly, very witty and thoughtful. Pribadi yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti magnet, menarik perhatian orang sekitarnya untuk mendekat. Ya walaupun bagiku yang lumayan ambivert, energi mereka yang meluap-luap terkadang sedikit melelahkan, jangan tersinggung ya kalian para gemini. Dia adalah satu dari dari sedikit kawan wanitaku. Kawanku ini bersumpah tidak akan mengencani pria lokal. Pasarnya adalah lelaki asing, terlihat dari tracking booknya yang pernah dia tunjukkan padaku aku melihat banyak bendera negara lain kecuali Indonesia. Dasar, kurang menghar...

+ Villa atau Rumah +

Bulan puasa biasanya dijadikan momen untuk menjalin tali silaturahmi. Terkadang aku agak malas untuk menghadiri rentetan undangan buka puasa bersama. Oke. Tidak rentetan juga sih, sok terkenal sekali aku. Ya beberapa adalah, minimal kawan sd, kawan sma, angkatan di kuliah, dll. Duh. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Mau di ceritakan bagian yang mana. Terlalu panjang, absurd, dan bewarna-warni. Sampai di suatu momen. Munculah satu lelaki yang sempat hilang selama beberapa saat. Tapi memang itulah dia, hilang timbul hilang timbul bagaikan kotoran mengapung di kali. Dia muncul lagi, menanyakan kabar. Kemudian seolah tidak pernah terjadi apa-apa, menanyakan kenapa aku sombong sekali tidak pernah mengontaknya lagi. Basa basi. Seperti sudah diduga. Dia bertanya, kapan aku tidak sibuk. Mengajak untuk buka puasa bersama. Catch up hidup ujarnya. Catch up hidup? Rasanya ingin aku maki saja. Hey. Sok dekat sekali dirimu. Sekonyong-konyong muncul mendadak mengajak buka p...

+ Pelampung +

Katanya, salah satu kemampuan dasar yang sepatutnya dimiliki manusia adalah berenang. Sayangnya kemampuan itu tidak aku miliki. Toh berenang bukan jadi hal yang menarik bagiku. Tidak sepenuhnya tidak bisa, aku bisa sedikit, gaya renang entah apa itu. Hal paling sulit bagiku adalah mengambang, aku sulit mengambang, sedikit-sedikit tenggelam. Memang hidup jenaka, aku dipertemukan lelaki yang suka sekali berenang. Sial. Awalnya aku tidak bermasalah dengan hobinya itu. Toh, kami jarang bertemu, paling aku hanya menyimaknya bercerita kegiatan sehari-harinya termasuk berenang. Hingga suatu hari kami memutuskan berlibur bersama. Ke pantai dan laut, dimana dia ingin berenang di laut. Baiklah, aku sudah memutuskan dalam hati aku akan menjadi kekasih yang supportif, aku akan menunggunya berenang di pantai sembari berjemur matahari. 'Let's go, babe!' ujarnya antusias mengajakku berenang. Mataku terbelalak, aku lupa-lupa ingat, bukankah aku sudah bercerita aku tidak bisa be...